Hari itu, (Jum'at, 3 Oktober 2014), aku pulang ke rumah dengan perasaan yang bahagia. Memang saat itu aku dalam keadaan badan yang tidak enak, otak jenuh, dan tidak ada semangat. Alhamdulillaah, akhirnya di moment spesial (Idul Adha) ini aku bisa pulang ke rumah, sembari melepas penatku.
Sebenarnya aku berencana pulang ke rumah naik travel sekitar jam sembilan. Tapi, jiwa dan raga ini rasanya sudah tidak kuat. Terlebih ketika aku tahu bahwa travel yang ke Pekalongan tidak ada untuk jam segitu. Akhirnya, seusai shalat subuh, aku siap-siap, membereskan kamar, beli kue untuk hadiah adik-adikku, dan pergi ke agen bus Nusant*r*. Alhamdulillaah aku dapet tiket yang berangkat saat itu juga (pukul 7).
Ah, tidak peduli dapet kursi belakang, yang penting mah bisa sampai ke rumah dengan selamat. Sampai di rumah tepat pukul sembilan pagi. Aku bahagia melihat adik-adikku tersenyum melihatku membawa banyak bingkisan. Terutama Ali yang 20 September lalu baru berulang tahun. Yah, karena sebulan lamanya Abah dan Umi tidak bertemu denganku, baru aja sampai sudah diajak banyak bercerita ^_^
Langsung aja ke intinya ya, bahwa kepulanganku ini sungguh sangat mendamaikan. Aku bahagia bisa diimamin lagi sama Abah saat shalat Iedul Adha. Kalian tau sobat? Kemarin itu Abah mengimami dengan bacaan yang sesuai banget sama tema Idul Adha, iya, Abah pake ayat yang ada tentang Nabi Ibrahim dan Ismail. Dalam shalat itu aku sampai menangis, karena aku tahu isi ayat tersebut.
Begitu juga saat Abah khutbah, dan berdoa. Aku dan Umi sampai menangis ketika khutbah itu selesai. Aku menangis karena aku ikut merasakan kebahagiaan Umi. Aku tahu Umi bahagia memiliki suami yang sholeh dan hebat. Aku menangis karena aku juga bangga punya Abah yang sholeh. Aku menangis juga karena aku iri, aku iri ingin dicintai laki-laki yang seperti Abah..
Gerimis hujan membasahi relung hatiku
Ke mana kah wahai kalbu
apa kau terseret dalam lubang kenistaan
hingga kau begitu iri dengan sebuah kebahagiaan?
Apa kabar cinta di ujung sana
selembut putihkah engkau
sesuci permatakah engkau
mengakuiku dan mencinta?
Apa kabar rindu yang tak berbelas kasih
sedih kah engkau akan hal-hal yang tak bisa kau raih?
Senandung nada yang terhimpit untuk kau ucapkan
sedang kau berada dalam penantian.
Apa kabar wahai pujangga
mengapa kau berhenti menggapai cinta
bukan kah syair dan tulisanmu adalah cemara
yang menjulang tinggi dan dapat menggapai asa?
Oh Raja Maha Diraja
siapakah onggokan tanah hina ini?
yang ingin meliputi serangkaian ciptaanMu,
mencoba memaksa memiliki hak yang bukan milikku
Oh Raja Sekalian Alam,
siapakah cahaya itu,
apakah cinta dapat membawanya ke dalam relungku
agar putus semua dusta yang tak Kau mau?
Siapakah wahai kisahku..
dan apakah wahai kasihku..
rindu ini menggelayut, menginginkanmu seputih cahaya itu.
-- To be continued.
Sebenarnya aku berencana pulang ke rumah naik travel sekitar jam sembilan. Tapi, jiwa dan raga ini rasanya sudah tidak kuat. Terlebih ketika aku tahu bahwa travel yang ke Pekalongan tidak ada untuk jam segitu. Akhirnya, seusai shalat subuh, aku siap-siap, membereskan kamar, beli kue untuk hadiah adik-adikku, dan pergi ke agen bus Nusant*r*. Alhamdulillaah aku dapet tiket yang berangkat saat itu juga (pukul 7).
Ah, tidak peduli dapet kursi belakang, yang penting mah bisa sampai ke rumah dengan selamat. Sampai di rumah tepat pukul sembilan pagi. Aku bahagia melihat adik-adikku tersenyum melihatku membawa banyak bingkisan. Terutama Ali yang 20 September lalu baru berulang tahun. Yah, karena sebulan lamanya Abah dan Umi tidak bertemu denganku, baru aja sampai sudah diajak banyak bercerita ^_^
Langsung aja ke intinya ya, bahwa kepulanganku ini sungguh sangat mendamaikan. Aku bahagia bisa diimamin lagi sama Abah saat shalat Iedul Adha. Kalian tau sobat? Kemarin itu Abah mengimami dengan bacaan yang sesuai banget sama tema Idul Adha, iya, Abah pake ayat yang ada tentang Nabi Ibrahim dan Ismail. Dalam shalat itu aku sampai menangis, karena aku tahu isi ayat tersebut.
Begitu juga saat Abah khutbah, dan berdoa. Aku dan Umi sampai menangis ketika khutbah itu selesai. Aku menangis karena aku ikut merasakan kebahagiaan Umi. Aku tahu Umi bahagia memiliki suami yang sholeh dan hebat. Aku menangis karena aku juga bangga punya Abah yang sholeh. Aku menangis juga karena aku iri, aku iri ingin dicintai laki-laki yang seperti Abah..
Gerimis hujan membasahi relung hatiku
Ke mana kah wahai kalbu
apa kau terseret dalam lubang kenistaan
hingga kau begitu iri dengan sebuah kebahagiaan?
Apa kabar cinta di ujung sana
selembut putihkah engkau
sesuci permatakah engkau
mengakuiku dan mencinta?
Apa kabar rindu yang tak berbelas kasih
sedih kah engkau akan hal-hal yang tak bisa kau raih?
Senandung nada yang terhimpit untuk kau ucapkan
sedang kau berada dalam penantian.
Apa kabar wahai pujangga
mengapa kau berhenti menggapai cinta
bukan kah syair dan tulisanmu adalah cemara
yang menjulang tinggi dan dapat menggapai asa?
Oh Raja Maha Diraja
siapakah onggokan tanah hina ini?
yang ingin meliputi serangkaian ciptaanMu,
mencoba memaksa memiliki hak yang bukan milikku
Oh Raja Sekalian Alam,
siapakah cahaya itu,
apakah cinta dapat membawanya ke dalam relungku
agar putus semua dusta yang tak Kau mau?
Siapakah wahai kisahku..
dan apakah wahai kasihku..
rindu ini menggelayut, menginginkanmu seputih cahaya itu.
-- To be continued.
Komentar
Posting Komentar