Langsung ke konten utama
Ingin berbagi sedikit cerpen, sebagai pos pertama saya kembali dalam dunia tulis menulis ;)

Beautiful Dream
Hari ini baru aku mengerti bagaimana rasanya menjadi seorang dia dan dia menjadi seorang aku. Iya, hari ini, hatiku sangat terenyuh dan gelisah. Aku berjalan sempoyongan, bukan karena mabuk, bukan pula sakit, tetapi karena ada duka yang menyusup dalam sanubariku. Seakan-akan, hari ini aku mampu membaca seluruh kehidupannya, seluruh isi hatinya, dan ia juga sebaliknya. Iya, dia yang bernama Herlino.
Empat tahun sudah kami menjalin sebuah hubungan. Dia menganggapku sebagai kekasihnya, aku juga menganggapnya sebagai kekasihku. Empat tahun sudah kami mengalami pahit-manisnya mencintai dan dicintai. Empat tahun sudah kami jalani lika-liku kehidupan. Puncaknya adalah hari ini. Hari ini, aku teringat doaku, Ya Tuhan, bisakah Engkau jadikan dia merasakan menjadi sepertiku sekarang dan aku merasakan menjadi seperti dia? Aku ingin tahu bagaimana rasanya menjadi dia.
Doa itu, aku panjatkan saat kami mengalami masa kritis dalam hubungan kami dua bulan yang lalu. Saat itu, aku dihianati untuk yang kedua kalinya. Dia menyukai orang yang sama di tahun lalu tetapi tetap menyukaiku. Namun meski menyukaiku, dia mengabaikanku. Sikap itulah yang membuat aku gelisah dan sakit waktu itu. Terlebih ketika dia mengatakan bahwa kami sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Dia tak ingin pacaran. Sangking tak tahannya aku, aku berdoa pada Tuhan seperti itu. Dan hari ini, doa itu baru ku sadari, dikabulkan oleh Tuhan setelah aku berkomitmen untuk tidak lagi memiliki kekasih, setelah aku berusaha melupakan semua janji menikah yang pernah Herlino ucapkan.
Pengabulan doa itu bermula dari dua minggu lalu. Seorang teman kelasku mendekatiku dan selalu mengajakku berdiskusi. Ia bernama Aldino. Namanya hampir mirip dengannya. Di belakangnya ada kata “ino”. Wajahnya juga sama-sama mirip. Rambutnya tebal bergelombang, mukanya putih berjerawat, postur tubuhnya atletis, gaya dan caranya berbicara juga mirip. Bahkan, tanggal lahir Herlino dan Aldino juga sama: 21 Juni. Tapi, harus ku akui, Aldino lebih tampan darinya. Baru ku sadari hari ini ternyata aku menyukainya tetapi aku tetap mencintai Herlino. Itu persis ketika Herlino juga menyukai seseorang sepertiku. Namaku yang berakhiran “fah”, aku yang berkacamata, berjilbab panjang, suka hal-hal berbau agama, mirip dengan perempuan itu. Mungkin beginilah dulu hati Herlino di kala tanpa sengaja tergoda oleh orang lain. Sehingga, inilah yang membuatku sempoyongan hari ini sepulang kuliah.
Karena hal itu, aku menangis di kamar ini. Aku masih teringat seminggu setelah dia bilang kami sudah tidak ada hubungan apa-apa, aku mengiriminya pesan sebagai obat ketegaranku. Pesan itu intinya berisi bahwa aku akan kuat kembali menjalani kehidupan ini sendirian bersama Allah dan aku akan melupakan semuanya serta tidak ingin mencintai siapapun lagi. Namun, Herlino membalasnya dengan sebuah pesan yang mengejutkanku. Walaupun hanya lewat pesan singkat, tapi itu mampu membuat hatiku sekarang luluh dan bertahan untuk tetap mencintainya walaupun aku mengagumi orang lain. Ia berkata, “Rasanya hampa kehilangan orang terdekat..tak tau lagi ke mana arah.”
Aku tidak membalas pesannya. Hal itu karena aku lebih memilih dekat dengan Tuhanku. Aku hanya berdoa, jika dia adalah yang terbaik untukku, agamaku, hidupku, keluargaku, masa depanku, maka semoga Allah memudahkan jalan dia menjadi jodohku di dunia-akhirat, menjadi suami dan imamku yang sholeh. Walaupun aku mendiamkannya, walaupun dia hanya tahu bahwa aku membencinya, tetapi di sini, sampai sekarang, di sepertiga malamku aku selalu beristikharah meminta petunjukNya.
Menyadari tentang hal itu hari ini, membuatku tertidur lelap. Di sore harinya, saat aku terbangun, aku dipanggil pulang ke rumah di kotaku yang jaraknya 2 jam dari kota yang sekarang aku tinggali. Aku bingung kenapa aku disuruh pulang. Aku dengar aku akan menikah. Tapi aku kurang percaya atas berita itu. Dengan kebingunganku aku pulang dengan membawa baju seadanya. Di bus ini, aku berfikir, jika aku menikah, aku akan menikah dengan siapa? Kenapa Abah dan Umiku tidak memberitahuku terlebih dahulu? Tapi apa daya, aku harus tetap pulang demi baktiku kepada kedua orangtuaku.
Tiga jam kemudian, aku sampai di rumah. Keadaannya sudah maghrib. Rumah tampak ramai dan di sana ada om Yayan, ada beberapa keluarga. Aku juga lihat ada Herlino. Hatiku berdebar-debar, benarkah aku menikah dengan laki-laki itu; Herlino yang duduk di depan meja penghulu berwarna putih? Kalau bukan dia, kenapa dia yang duduk di kursi itu? Aku mengetahuinya sebab aku mengintip di balik pintu. Lalu aku bertanya kepada Umi, “Mi, aku di dalam atau ikut di sana?” kata Umi, “Kamu di kamar saja. Cepat ganti pakaianmu sebelum aqadnya selesai.”
Di kamar ini, jantungku berdegup kencang. Setelah aku berganti pakaian, aku duduk di sisi kasurku yang bad covernya sudah diganti dengan yang baru berwarna pink keunguan. Lagi-lagi, jantungku berdegup sangat kencang. Seakan aku tidak percaya malam ini aku akan dinikahkan oleh dia orang yang sempat membuatku sedih: Herlino. Untuk menghapus rasa penasaranku, aku intip lagi dari balik pintu. Herlino menoleh. Dia tersenyum padaku. Senyuman itu membuat mataku berair terharu, lalu aku kembali duduk di samping Umi menahan tangis. Tiba-tiba Umi membuka suara,
“Haifah, harus nurut ya sama Herlino. Jadi istri yang sholehah.” Aku mengangguk pelan lalu Umi pergi keluar kamar meninggalkanku.
Setengah jam kemudian, seseorang masuk ke dalam kamarku. Dialah Herlino, orang yang dulu berjanji menikahiku. Dia berjalan pelan ke arahku. Sedang aku hanya menunduk menyembunyikan air mataku yang mengalir deras. Seketika tangannya menyentuh kepalaku, menengadahkan mukaku. Ia usap air mata yang mengalir ini dengan jarinya. Ia lakukan itu dengan senyuman.
“Ifah kenapa menangis? Ifah masih benci?” aku menggelengkan kepalaku. Dia mengecup keningku dan memelukku. Aku tahu matanya tadi juga memerah, hampir menangis. Sepertinya, dalam pelukan ini, air matanya mengalir tanpa suara.

“Ifah, maafkan aku. Hanya kamu satu-satunya tempatku pulang, arahku yang jelas. Aku hanya bahagia bersamamu. Aku mencintaimu.” Aku hanya diam membalas pelukannya dengan erat. Iya, dia Herlino, yang sekarang menjadi suamiku. Tangisku makin deras. Hatiku terenyuh bahagia dalam pelukannya. Terimakasih ya Allah, hari ini, 17 Maret 2019, Engkau menjawab semua istikharahku, dan Engkau nikahkan aku dengan dia orang yang ku cintai. Dalam hati aku berujar, Herlino, malam ini aku jatuh cinta lagi. Iya, aku jatuh cinta lagi padamu untuk yang kesekian kalinya. Ini seperti mimpi-mimpi indah yang dahulu pernah kita rancang. Herlino, sungguh, aku bahagia menjadi istrimu, dan sungguh aku menyayangimu.[]

*Cerita ini hanyalah fiktif belaka, kesamaan nama, tempat, atau ucapan, merupakan hal yang tak di sengaja. Sampai jumpa lagi.* ^_^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suratku tentang Masa Depan

Aku terlalu sibuk untuk sekedar mencari pasangan hidup. Karena akhir cerita dunia tidak melulu soal cinta. Memutuskan untuk tetap sendiri itu pilihan. Karena cintaku terlalu besar untuk dilabuhkan pada seseorang yang belum pasti menjadi ketentuan Tuhan. Aku jatuh cinta? memang pernah. Tapi mungkin ini sebuah kesalahan yang harus ku mintakan maaf dari suamiku nanti di masa depan, karena tidak bisa menjaga hati. Guys, setia pada seseorang yang belum jelas kelihatan wajah, nama, kapan bertemunya, memang menyenangkan dan penuh tantangan. Tahu kan arti setia itu apa? Setia adalah saat kau tetap bertahan bersama dengan orang yang kau cintai di tengah-tengah godaan cinta dari orang lain. Bayangkan. Saat Tuhan membuat kita jatuh cinta pada seseorang, sedangkan orang itu belum jelas mau dengan kita, kemudian kita bertahan melupakan atau mengalihkan pikiran, demi menjaga perasaan seseorang yang Tuhan takdirkan nanti di masa depan. Baru ku sadari jika cara seperti ini indah, guys. Aku ...

TUHAN JUGA MENULIS!

Oleh: Habibah Syarifah MENULIS; Ia hanya satu kata sederhana yang siapapun bisa melakukannya. Kata tersebut memiliki awalan “Me- “ yang artinya melakukan suatu tindakan/perbuatan, dengan kata dasar “tulis”. Jika dipadukan, maka arti dari “Menulis” adalah melakukan suatu tindakan yang menghasilkan suatu tulisan. Konon, kata ini adalah kata yang paling populer, sebab digunakan oleh berbagai kalangan di dunia. Bukan hanya bertindak sebagai sebuah kata, tetapi juga sebagai sebuah tindakan yang tidak bisa tidak digunakan hampir di seluruh dunia dan bagian-bagiannya. Semua orang wajar jika menulis. Entah itu muda atau tua, tak bisa melihat atau tak dapat berbicara, sempurna atau tidak sempurna, pasti menulis. Ia seolah menjadi proses kehidupan yang biasa saja. Namun, tidak bagi orang-orang yang sadar bahwa menulis adalah nafasnya. Seperti seorang yang bisu, tak mampu berhubungan dengan siapapun tanpa membawa sebuah pena dan buku, untuk berbicara tentunya, karena tak semua orang mampu ...

Berbagi Itu Indah !!!

(Kuliner Besar, Edisi Bubur Manado dan Sambel Dabu-dabu Roa) Ehem-ehem.. Hari Sabtu, hari di mana aku tidak punya jadwal puasa, dan temen kamarku dulu di Ma'had juga mau dateng. Ceritanya juga, aku lagi jenuh dan suntuk dengan tugas-tugas yang membeludak, juga karena lagi kangen suasana makan di rumah, dan emang pengen masak besar serta berbagi kekenyangan ^_^, akhirnya, dari hari Rabu udah ngerencanain bakal bikin bubur Manado spesial, makanannya orang sulawesi dan dabu-dabu roa. Aslinya sih, mau ada tambahan Jamur Crispy, tapi berhubung di pasar nggak ketemu, jadi dibatalkan jamurnya ^_^ Nah, simak yuk kisahnya. Pagi hari, Sabtu (29 November 2014), aku bergegas mencatat seluruh bahan yang dibutuhkan untuk membuat bubur Manado. Awalnya sih, hanya mencoba mengingat apa yang telah ku lihat dulu ketika masak bubur Manado di rumah. Tapi, ngerasa enggan pake ceker karena aku agak gimana gitu  sama ceker ayam, hehe. Malam harinya juga aku udah coba-coba liat youtube biar n...